LAPORAN PELAKSANAAN
KULIAH KERJA NYATA (KKN) NON REGUER
DI DESA GONDOSARI KECAMATAN GEBOG
KABUPATEN KUDUS
TAHUN 2011
A.
REALITAS
DAN DESKRIPSI LOKASI KKN
Desa Gondosari merupakan desa yang di
kepalai oleh seorang Lurah. Desa Gondosari
terletak di Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus.
Masyarakat Desa Gondosari mempunyai mata
pencaharian yang beragam. Ada yang menjadi petani, baik petani sendiri maupun
buruh tani, sopir truk, bekerja di
pabrik atau industri dan proyek bangunan, pemecah batu, penambang pasir, pegawai negeri
serta ada yang berwiraswasta ataupun berdagang di pasar. Akan tetapi sebagian
besar masyarakat Gondosari bekerja sebagai petani dan buruh pabrik.
Keberagamaan masyarakat
Keberagamaan para orang tua dan
remaja warga Desa Gomdosari Kec. Gebog Kab. Kudus memiliki makna yang sangat
penting dalam proses pembentukan kepribadian anak-anak dan genarasi muda
seterusnya. Secara umum dan seluruh warga desa Gondosari merupakan warga muslim
yang latar belakang Islamnya atas dasar keturunan, yakni memeluk agama Islam
sejak lahir.
Jama’ah Yasinan malam ahad di rumah-rumah warga secara
bergiliran
Jama’ah Berjanji malam
senin di Masjid Jami’ Darussalam Gondosari
Jama’ah Sholat Fardhu
di Masjid Jami’ Darussalam Gondosari
Pengajan tiap malam
sabtu di Masjid Jami’ Darussalam Gondosari dengan mendatangkan K.H. Aniq dari
Kudus.
Keadaan Sosial Budaya
Situasi sosial kultural masyarakat
desa Gondosari dapat dilihat dari kebiasaan (adat), baik yang berkaitan dengan
ritual
keagamaan maupun tradisi lokal dari masyarakat tersebut, diantaranya:
a.
Selamatan
orang yang telah meninggal
Tradisi ini dilakukan setiap ada
orang meninggal dunia dan dilaksanakan oleh keluarga yang ditinggalkan, adapun
waktu pelaksanaannya:
1)
Bertepatan
dengan kematian yaitu dengan membaca tahlil
2)
Tiga hari
setelah kematin
3)
Tujuh hari
setelah kematian
4)
Empat
puluh hari
5)
Seratus
hari
6)
Seribu
hari setelah kematian
b.
Upacara mitoni
Upacara di selenggarakan untuk
memperingati usia kehamilan yang sudah menginjak tujuh bulan, dengan harapan
agar si bayi mendapatkan berkah dari Allah SWT, menjadi anak yang sholih
sholihah berguna bagi nusa dan bangsa serta agamanya, juga berbakti pada kedua
orang tuanya.
c.
Upacara
kelahiran bayi
Upacara ini merupakan acara adat bagi
setiap orang Islam dalam rangka menjalankan sunah Rosul serta rasa syukur
terhadap karunia yang telah diberikan oleh Allah SWT, berupa kelahiran anak,
yang
merupakan amanah yang perlu dijaga dan di rawat, dan di didik untuk menjadi
generasi penerus yang dapat di andalkan.
d.
Upacara
pernikahan dan khitan
Upacara pernikahan adalah upacara
yang sakral yang merupakan kewajiban serta tuntunan dalam syariat Islam, dalam
membina rumah tangga. Sedang upacara khitan merupakan tuntunan setiap muslim,
yang sudah dilakukan sejak Nabi Ibrahim as hingga sekarang.
e.
Sedekah
bumi
Sedekah Bumi merupakan upacara yang
dilaksanakan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah SWT karena tanaman-tanaman
mereka baik ketela, aneka buah atau yang lainnya berhasil di panen dengan hasil yang memuaskan.
Dengan menggelar acara Do’a bersama kemudian acara puncaknya ditampilkan Wayang
Kulit semalam suntuk.
- DESKRIPSI KEGIATAN PENGABDIAN
1.
Pemberantasan
buta Al-Quran
Di sini, peserta melakukan pemberdayaan
terhadap masyarakat yang diidentifikasi masih belum bisa atau lemah dalam baca
tulis al-Qur’an. Dalam program Pemberantasan Buta Aksara Al-Qur’an ini peserta
KKN fokuskan untuk anak-anak yang di laksanakan di TPQ Al-Muslichun Gondosari
Gebog. Adapun deskripsinya adalah sebagai berikut :
-
Jumlah murid : 203 anak (P=114, L=89)
-
Jumlah guru : 11 0rang
-
Bahan ajar : Yanbu’a
-
Materi ajar : baca tulis Al-Qur’an, hafalan surat-surat pendek,
persholatan, dan do’a-do’a.
-
Terdiri dari delapan kelas : kelas 1-7 memakai jilid 1-7 dan kelas delapan
memakai Al-qur’an.
-
Sistem pengajaran : -15 menit
klasikal
-30
menit individu
-15
menit klasikal
2.
Pemberdayaan
lembaga keagamaan
Jam’iyyah merupakan salah satu bentuk
perkumpulan yang diadakan oleh anggota masyarakat untuk mengamalkan serta
melestarikan nilai-nilai islami yang ada di dalam masyarakat muslim.
3.
Bimbingan belajar
- ANALISIS
-
Meningkatkan
iman dan taqwa kepada Allah SWT
Hal ini dapat dilihat dari setiap kegiatan yangada pada
jam’iyyah al-barjanji, diantaranya pembacaan simthuddurro, dan asmaul husna.
a.
Mempererat
tali persaudaraan
Pertemuan rutin dalam jam’iyyah dapat mempererat rasa
persaudaraan dansilaturahmi antar warga jama’ah.
b.
Mensyiarkan
agama Islam (Dakwah)
c.
Mengenai
ini terdapat dalam surat an-Nahl ayat 125 yang berbunyi : Menciptakan Ukhuwah
Islamiyah
Dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa
setiap orang mukmin itu saudara. Dan semua saudara itu diibaratkan satu tubuh.
Apabila salah satu sakit maka yang lainpun jugaikut sakit. Tertera pada Surat
Al Hujurat ayat 10 :
d.
Melatih
bersoalisasi
Setiap manusia diciptakan dengan
karakter yang berbeda-beda punya ciri khas masing-masing dan dari situ kita
sebagai makhluk sosial yang tidak mampu berdiri sendiri tanpa bantuan orang
lain untuk menjalin tali silaturahmi lewat perantara jam’iyyah al-barjanji
sebagai wadah untuk kita berkumpul
e.
Memajukan
pendidikan Islam (mencari/menggali ilmu Islam)
Hal ini sesuai dengan ayat-ayat
Al-Qur'an pada Al-Qur'an pada surat at-Taubah ayat 112 :
1.
Kurangnya
antusias masyarakat terhadap jam’iyyah al Berjanji dimungkinkan karena
jam’iyyah tersebut kurang menarik minat masyarakat setempat, jadi sedikit massa
yang dapat terkoordinir
2.
Berjalannya
suatu jam’iyyahan tergantung kepada ketua, mengalami kemajuan serta kemunduran
sebuah organisasi ada dalam wewenang ketua karena ia mempunyai otoritas,
disamping itu juga diperlukan struktur organisasi yang mau diajak melangkah
untuk memajukan organisasi yang ditempati, agar bisa eksis di lingkungan
masyarakat. Dalam hal ini status ketua hanya sebagai formalitas saja
dikarenakan ketua ada di luar kota sulit untuk diajak komunikasi
A.
Solusi
Penulis menawarkan beberapa solusi
atas problem-problem yang dirasakan jam’iyyah al-Berjanji tersebut,
diantaranya:
- Agar sebuah organisasi itu menarik, maka perlu dikemas sebaik mungkin demi merekrut masa sebanyak-banyaknya. Contoh konkritnya: sering mengadakan agenda-agendatahunan seperti ziarah ke makam Walisongo atau mungkin dalam bersholawatan diiringi rebana
- Solusi yang penulis tawarkan dalam hal struktur kepengurusan jam’iyyah al Berjanji yang mengalami kerancuan, berupa diantaranya musyawarah mufakat untuk menetapkan suatu kesepakatan ataupun menyelesaikan suatu permasalahan berkenaan akan hal tersebut dan menjunjung tinggi kedudukan ketua (pemimpin)
Tekstual Menuju Pada
Kontekstual
Seperti telah kita
ikuti uraian tentang arti tekstual dengan penganut ulamanya yakni aliran dhahiriyah dan kemudian kita ikuti
pengertian kontekstual dengan penganutnya yakni baik aliran jumhur ahli ushul
mutakallimin dan ulama Harafiyah. Kontekstual diartikan pada pengertian
kontekstualnya satu pada dalil dengan dalil lainnya; termasuk pada urf, kebiassan yang terjadi pada masyarakat maupun
keadaan alamiyah manusia. Kata kontekstual pada era globalisasi ini oleh
sebagian pakar diartikan pada pemikiran ajaran Islam itu disesuaikan zamannya. Jadi
pengembangan pemikiran keislaman kontekstual yang dilakukan ulama abad pertama
sampai ke 7 Hijriyyah masih termasuk tekstual karena orientasinya masih kental
mengacu pada toks. Sedang kontekstuat dalam pemikiran keislaman masa kini
termasuk hukum, mestinya dihubungkan dengan
pemikiran filsafat dan fakta-fakta serta fenomena dalam masyarakat. Kita
masih ingat bertubi-tubi mantan Menteri
Agama Dr. Munawir Sadzali (almarhum) menjelang disusunnya Kompilasi Hukum Islam
memandang perlunya perubahan bagian waris anak perempuan sama dengan anak
laki-laki dan bunga bank bukan riba. Hal ini didasarkan telah adanya emansipasi
wanita (masalah gender) dan persamaan hak asasi serta ekonomi modern yang
sangat memerlukan bank. Disebutnya berkali-kali pengembangan pemikiran demikian
didasarkan pada dasar kontekstual, dan umumnya pemikiran alumni Universitas
Barat demikian.
Dalam pemikiran
filsafat interpretasi atau penafsiran terhadap sesuatu kalimat atau teks
disebut hermeneutika. Yang singkatnya hermeneutika itu adalah teori tentang
penafsiran. Yang di dunia Barat dilakukan terhadap kilab-kitab sucinya baik
Taurat maupun Injil (Beybel). Di dunia Barat interpretasi dilakukan terhadap
kitab suci mereka yang menurut teksnya tidak sesuai dengan fakta-fakta yang
didapat berdasarkan hasil penetitian. Seperti hasil penelitian Galileo (abad
16-17 Masehi) bahwa matahari adalah pusat galaksi dan bumi bukanlah pusat tata
surya itu. Hal ini bertentangan dengan pendapat gereja yang menyatakan
bahwa bumi adalah pusat tata surya. Kemudian Galileo
pada tahun 1633 dipaksa harus mencabut teorinya itu. Dalam kitab suci al-Qur’an
hal seperti itu tidak terjadi karena ayat-ayat al-Qur'an masih murni belum ada
yang dirubah dan kalau ada yang nampak
tidak adanya persesuaian dengan fakta dan kebenaran akal, maka dilakukan
ta'wil, seperti kata yadullahu,
diartikan pada kekuasaan
bukan tangan. Demikian pula dalam pernyataan ayat yang menyatakan bahwa
penciptaan bumi dan langit dalam enam hari pada surat al A'raf ayat 54 dan juga pada surat as Sajdah ayat 4 dan juga
tersebut dalam beberapa surat yang lain. Pernyataan demikian harus
dikontekstualkan dengan pernyataan ayat yang lain bahwa hari menurut ukuran
alam yang lain seperti seribu tahun di dunia ini (tersebut dalam surat as
Sajdah ayat 5) bahkan ada ayat lain yang menyatakan bahwa di alam lain ada yang
ukuran satu hari itu sama dengan 50.000 tahun (tersebut dalam surat al Ma'arij
ayat 4 apalagi bahwa Allah itu Maha Kuasa dapat menciptakan ciptaan-Nya menurut
kehandak-Nya. Ayat seperti ini adalah ayat kauniyah yang bertalian dengan alam
yang berproses secara evolusi dapat ditafsirkan dengan hasil penelitian.
Penafsiran terciptanya alam ini secara proses jumlah waktunya tidak terbatas
pada bilangan yang tersurat itu. Jumlah bilangan yang tersurat itu akan
menunjukkan proses dan lamanya perkembangan sesuai dengan kejadiannya yang
dapat diteliti oleh kemampuan otak manusia Lain halnya bilangan (adad) dalam
ibadah maka bilangan waktu dalam ibadah itu tidak dapat ditafsir lain kecuali
sejumlah bilangan itu seperti dalam ayat 196 surat al Baqarah:
Artinya: "Barang
siapa yang tidak menemukan (qurban) atau tidak mampu maka wajb berpuasa tiga
hari dalam masa haji dan 7 hari lagi apabila engkau telah pulang; itulah
sepuluh hari yang sempurna.”
Pengembangan pemikiran
tentang penafsiran teks al Qur'an menurut penulis bukanlah sesuatu yang
mengejutkan dan mengherankan kalau dilakukan dengan seksama dan dengan metodologi
yang benar. Juga dibuat kesimpulan yang benar tidak mencari-cari untuk
justifikasi sesuai dengan keinginan yang belum tentu sesuai dengan kebenaran
yang ada. Tegasnya dalam memahami teks wahyu hendaknya manusia memahami dulu
maksud dari nash tesebut dan disesuaikan dengan kemashlahatan sesuai dengan
zamannya. Hanya saja seperti tersebut dimuka harus dengan ijtihad dan metode
yang benar, jangan sampai mencapai
mashlahah yang mulghah (sia-sia, tidak benar).
Pengembangan Pemikiran Tentang Ushul Fiqih
Ilmu ushul fiqih
prinsipnya membicarakan tentang cara istimbath dan ijtihad merupakan metodologi
terpenting yang ditemukan oleh dunia pemikiran Islam yang dulunya ada pada ilmu
ushuluddin dan kemudian ada pada ilmu Fiqih. Sekarang akan diluaskan lagi menajadi
metodologi dalam pemikiran Islam pada umumnya. llmu ini tidak dimiliki oleh
umat lain. Sebenarnya, ilmu ini tidak hanya menjadi metodologi bagi hukum
Islam, tapi dapat digunakan yang merupakan metodologi juga bagi seluruh
pemikiran intelektual Islam.
Dalam perjalanan
sejarah ilmu ini kitab ar Risalah karya asy Syafi'i dianggap rintisan pertama
tentang ilmu ushul fiqih sekalipun prinsipnya ilmu ushul itu telah berlaku
sejak shahabat. Ar Risalah yang penulisannya bercorak deduktif yang kemudian
diikuti oleh para ahli ushul aliran mutakallimun (Syafi'iyyah, Malikiyah dan Hanabilah). Disamping itu ulama Hanafiyah memiliki cara penulisan ushul yang bercorak induktif. Baik
kitab-kitab ushul aliran mutakallimun, maupun aliran Hanafiyah memiliki
kesamaan paradigma yaitu literalislik dalam arti begitu dominannya
pembahasan tentang teks. Dalam hal ini teks berbahasa Arab, baik dari segi tata
bahasa maupun artinya dan kurang memperhatikan pembahasan tentang maksud dasar
dari wahyu yang ada dibalik teks. Paradigma ini berlangsung selama kurang lebih
lima abad (dari abad ke 2 H sampai abad ke7 H) dan baru mengalami perbaikan
dengan munculnya asy Syatibi pada abad ke 8 H yang menambahkan teori maqashid
asy syari'ah yang mengacu pada maksud
Allah sebagai pembuat hukum (Syari'). Dengan demikian, ilmu ushul fiqih tidak
lagi hanya terpaku pada literalisme teks. Kehadiran asy Syatibi tidak
menghendaki penghapusan paradigma literal atau tekstual tapi ingin
melengkapinya agar ilmu itu dapat lebih
sempurna dalam memahami perintah Allah.
Dalam perspeklif
filsafal ilmu asy syatibi sebenarnya tidak melakukan pergeseran paradigma
(paradigma shift), tapi lebih hanya melengkapi paradigma lama, agar tidak
terlalu tekstual. Asy Syatibi tidak melakukan perubahan pada bangunan ilmu
ushul fiqih, tetapi menambah kesempurnaannya, dengan kata lain, Asy Syatibi pun
masih termasuk pemikir tekstual.
Enam abad kemudian,
sumbangan asy Syatibi pada abad ke 8 H/14 M itu, direvitalisasikan oleh para
pembaharu pemikiran Islam termasuk memperankan kembali ruh ijtihad yang sebenarnya sudah ada dalam
ushul fiqih, seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Abdul Wahab Khallaf, 'Allal
al Fasi, dan Hasan Turabi. Karena tidak menawarkan teori baru kecuali
merevitalisasi prinsip ijtihad dengan mempertegas mashlahah yang
ditawarkan asy Syatibi
melalui teori maqashid-nya itu mereka belum termasuk pembaharuan dalam
pemikiran keislaman. Kalau kita hubungkan dengan perkembangan masa kini,
seperti dikategorikan oleh Wael B. Hallaq para pembaharu dibidang ushul kelompok ini baru dapat dikategorikan
sebagai para pembaharu penganut
aliran utilitarianisme, (pemberdayaan agama).
Pemikiran Liberalisme Perlu Kritik
Persoalannya
bagaimanakah teks yang absolut dapat dipahami oleh fikiran manusia yang nisbi
kemudian dijalankan dalam konteks dunia modern yang tidak lagi sama dengan
konteks zaman Nabi yang masih serba sederhana. Sebagian pakar yang oleh WB.
Hallaq disebut kelompok aliran liberalisme keagamaan seperti Abdullah Ahmed an
Naim, Muhammad Said Asymawi, Fazlur Rahman, dan Muhammad Syahrur yang dapat
disebut pembaharu dalam ushul pendapat bahwa permasalahan sekarang tidak dapat
diselesaikan dengan berpijak pada prinsip mashlahah klasik hasil pemikiran
ulama dahulu. Mereka beranggapan bahwa prinsip mashlahah klasik tidak memadai
untuk membuat hukum Islam mampu hidup di
dunia modern. Karenanya perlu adanya pemikiran yang dapat menampung pemikiran
yang konteks dengan masa modern ini yang disebut pemikir kontekstual. Karena pemikiran
ini coraknya liberal dan cenderung membuang teori-teori ushul fiqh lama, maka
disebut aliran liberal. Menurut WB. Hallaq upaya pembaharuan dibidang ushul
dari kelompok ini dianggapnya lebih menjanjikan karena kelompok ini dalam rangka membangun melodologinya ingin
menghubungkan antara teks suci dengan realitas dunia modern lebih berpijak
makna eksplisit teks untuk menangkap jiwa dan maksud luas dari teks.
Namun pembaharuan ushul
oleh mereka yang disebut dengan kaum liberalis itu menimbulkan sejumlah
kontroversi dan perdebatan. Tawaran itu hingga saat ini masih ditanggapi oleh mayoritas ulama ushul
secara negatif bahkan penuh kecurigaan.
Akar utama penyebab kontroversi itu adalah karena pemikiran mereka itu tidak
memiliki landasan kuat pada kerangka
teoritik ilmu ushul yang telah ada sebelumnya. Seperti mereka menggunakan teori mashlahah tetapi
tidak memperhatikan bahwa mashlahah itu ada yang mulghah (yang harus dihindari)
yakni mashlahah menurut pemikiran praktis tetapi bertentangan dengan nash yang
jelas seperti membolehkan pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki non
muslim.
Dalam masalah muamalah
dunyawiyah dan masalah kauniyah itu tidak akan banyak tentanga. Tetapi dalam
masalah ibadah mahdhah pemikiran praktis akan sangat dapat tantangan keras
seperti menafsirkan bebas aqimish shalaata li dzikri (dirikan shalat agar ingat
pada-Ku), yang shalat menjadi kurang penting kalau sekiranya tanpa shalat orang
sudah dapat mengingat Allah, dan sebagainya.