Rabu, 29 Mei 2013

makalah untuk IAD,IBD,ISD


1. Al-Qur’an Sebagai Sumber Pengetahuan
Al-qur’an yang secara harfiah berarti bacaan sempurna merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat. Karena tiada suatu bacaanpun sejak manusia mengenal baca tulis lima ribu tahun lalu dapat menandingi Al-Qur’an al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia.
Al-Qur’an sebagai kitab terpadu, menghadapi dan memperlakukan peserta didiknya dengan memperhatikan keseluruhan unsure manusia, jiwa, akal dan jasmaniyah. Disisi lain agar peserta didiknya tidak larut dalam alam material, al-qur’an menggunakan benda-benda alam sebagai tali penghubung untuk mengingatkan manusia akan kehadiran Allah SWT. Bahwa segala sesuatu yang terjadi sekecil apapun adalah dibawah kekuasaan pengetahuan dan pengaturan Tuhan Yang Maha Esa.
20 tahun 20 bulan dan 20 hari lamanya, ayat-ayat al-Qur’an silih berganti turun, dan selama itu pula nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya tekun mengerjakan al-Qur’an, dan membimbing ummatnya. Sehingga pada akhirnya mereka dapat membangun masyarakat yang didalamnya terpadu ilmu dan iman, nur dan hidayah, keadilan dan kemakmuran dibawah lindungan dan ampunan ilahi.
Diantaranya tujuan turunnya al-Qur’an bagi kita adalah sebagai berikut:
  • Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, bahwa umat manusia merupakan suatu umat yang seharusnya dapat bekerja sama dalam pengabdian kepada Allah dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.
  • Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan yang berada dibawah satu keesaan yaitu Allah SWT.
  • Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan kasih sayang dengan menjadikan keadilan sosial bagi landasan pokok kehidupan masyarakat manusia.
  • Untuk menekankan peranan ilmu dan tekhnologi, guna menciptakan satu peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia, dengan panduan dan nur ilahi.
  • Untuk memberi jalan tengah antara falsafah monopoli kapitalisme dengan falsafah kolektif komunisme. Menciptakan ummatan wasathan yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

2. Pembelajaran Unit
Sebagai suatu metode, pembelajaran unit adalah suatu cara guru dalam menyajikan bahan pembelajaran dimana guru bersama peserta didik menentukan bahan pelajaran guna dipelajari oleh peserta didik untuk mencapai tujuan pengajaran. Metode ini merupakan solusi perselisihan dari metode yang diciptakan oleh J.F. Herbart yang berpusat pada guru, yaitu guru aktif sedangkan peserta didik pasif, dan metode yang diciptakan oleh W.H. Kilpatrick (metode proyek) yaitu peserta lebih aktif dari pada guru.
Selain itu, pembelajaran unit juga didasari oleh beberapa prinsip umum dan cirri-ciri metode ini adalah:
A. Prinsip-prinsip pembelajaran Unit
1. Prinsip Kurikulum Terpadu
Dibandingkan dengan kurikulum 1975 dan 1984 dimana kurikulum tersebut diorganisasikan secara korelasi, artinya beberapa mata pelajaran digabung menjadi satu dan dilaksanakan secara terpisah.
2. Prinsip Psikologi Perkembangan
Pengajaran unit dilaksanakan berdasarkan minat peserta didik, sebab peserta didik sendiri ikut merencanakan, dan sudah pasti didasarkan pada minat yang ada pada benak mereka.
3.Prinsip Team Teaching
Pengajaran unit dilaksanakan oleh peserta didik secara bersama dalam bentuk kerja kelompok yang beranggotakan beberapa orang.
B. Ciri-ciri Pengajaran Unit
a) mempunyai konsep sebagai integrasi peserta didik didalam situasi lingkungannya secara menyeluruh.
b) berdasarkan pada aktivitas bersama, antara guru dan peserta didik.
c) bersumber pada minat, kebutuhan, masalah-masalah dan tantangan-tantangan dari peserta didik atau masyarakat dll.
Kemudian menurut Sumantri (1918) dan Permana (1999) terdapat beberapa jenis keterpaduan dalam pembelajaran terpadu: 1) keterpaduan dua atau lebih masalah, konsep, keterampilan, tugas atau ide-ide lain dalam satu bidang studi. 2) keterpaduan beberapa topic atau sub tema dalam berbagai bidang studi. 3) lintas bidang studi yaitu masalah yang melibatkan adanya prioritas kurikuler dan menemukan pengetahuan atau konsep keterampilan dan sikap yang tumpang tindih dari beberapa bidang studi.
Langkah-langkah pengajaran menggunakan metode pembelajaran unit, yaitu kegiatan persiapan, kegiatan pelaksanaan, kegiatan penutup.
3. Gejala Alam, Sosial, Budaya dalam perilaku Keberagaman Budaya Suap di Indonesia
Suap adalah pemberian apa saja (berupa uang atau yang lain) kepada penguasa, hakim, atau pengurus suatu urusan agar memutuskan perkara atau menggunakannya dengan cara yang batil. Tentu saja praktik suap ini tumbuh subur dinegeri ini, karena sistem yang kita anut adalah sistem ekonomi kapitalis yang menerapkan kebebasan tanpa batas, beda dengan sistem ekonomi islam yang memiliki control, tanpa kebebasan yang tiada batas.
Peraturan hukum bukan untuk di beli, bukan untuk disuap, tapi untuk ditegakkan setegak-tegaknya agar tercipta kehidupan yang harmonis dan dinamis. Jika peraturan hukum dapat dibeli, disuap sampai kapanpun keadilan dan ketertiban tidak akan terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum hanya sebagai formalitas belaka, sedangkan implementasi realitas nonsense.
Praktik suap didalam islam termasuk kedalam dosa dan kemaksiatan yang besar yang dapat mengakibatkan pelakunya baik yang disuap dan yang menyuap masuk kedalam kekufuran dan kemusyrikan kepada Allah SWT. Harta yang diperoleh dari jalan ini sama saja dengan harta hasil rampasan.
Dalam islam, praktek suap ini tentu saja dilarang dan diharamkan dan diwajibkan supaya bisa membasminya, karena apabila dibiarkan dan dilegalkan dapat mengakibatkan lenyapnya hak, matinya keadilan, merajalelanya kebatilan, tersebarnya kezaliman, dan hancurnya negara. Lagipula, pejabat yang tidak melaksanakan kewajibannya kecuali setelah disuap layak disebut sebagai pengkhianat tanah airnya dan telah keluar dari pengakuan islam.
Memberantas praktik suap merupakan tugas bersama tiap warga negara, dan juga khusus untuk para penegak hukum di negeri ini. Caranya yaitu dengan menghukum para pelakunya, dan mendepak mereka dari lingkup pemerintahan. Sebab praktik suap dapat mengakibatkan kerusakan pemerintahan dan rakyat. Untuk memberantasnya, politik islam telah memutuskan untuk tidak membolehkan pejabat memenuhi undangan seseorang walaupun sekadar menghadiri acara resepsi itu dimaksudkan untuk mendekatkan sipemilik acara dengan pejabat yang bersangkutan.
4. Agama dan Keberagamaan
Kata agama bisa diberi arti tidak kacau atau teratur. Dimaksudkan bahwa orang yang beragama tentu memiliki pedoman yang dapat membuat hidupnya teratur dan tidak kacau. Dari segi bahasa, Rangkuti menegaskan bahwa kata ini berasal dari bahasa Sanskerta, a-gama (dengan a panjang). A berarti cara (the way), dan gama berarti to go, yaitu berjalan atau pergi. Dari sini, dapat dipahami bahwa agama merupakan jalan hidup (the way to go) yang mesti ditempuh atau pedoman yang harus diikuti seseorang.
Secara definitif, agama adalah ajaran, petunjuk, perintah, larangan, hukum, dan peraturan, yang diyakini oleh penganutnya berasal dari dzat gaib yang Maha Kuasa, yang dipakai manusia sebagai pedoman tindakan dan tingkah laku dalam menjalani hidup sehari-hari. Setiap penganut agama yakin bahwa yang dianutnya bukanlah ciptaan manusia, tetapi sesuatu yang berasal dari Tuhan, kekuatan gaib yang memiliki kekuasaan melebihi kekuasaan yang dimiliki manusia. Agama berfungsi untuk memelihara integritas manusia dalam membina hubungan dengan tuhan, sesama manusia dan dengan alam yang mengitarinya.
Sedangkan keberagamaan adalah respon atau pandangan seseorang atas ajaran agama yang dia anut atau dia yakini. Sehingga apa yang dilakukan dalam rangka menjalankan ajaran agama itu merupakan keberagamaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud keberagamaan pada dasarnya adalah suatu disiplin ilmu yang membicarakan tentang berbagai teknik atau cara yang sistematis, rasional dan ilmiah bagaimana setiap kita melakukan titah agama sesuai dengan kualifikasi Al-Qur’an dan sunnah.
Dalam tipology struktur keberagamaan Islam, isi al-Qur’an dan sunnah didudukkan sebagai suatu nilai yang diyakini oleh pemeluknya. Karena nilai dapat dipahami sebagai ukuran konseptual untuk membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk. Tujuannya adalah memperoleh pengertian tentang kandungan sumber ajaran itu yang akan dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Cakupan keberagamaan dalam islam yang meliputi seluruh aspek hidup manusia menyebabkan lingkup penguasaan teori harus sesuai dengan karakter ajaran. Lingkup penguasaan ini di satu sisi, memungkinkan wawasan mereka menjadi lebih utuh dan sisi lain kualitas pemecahan masalah yang dihadapi menjadi lebih efektif.
Dalam pola tipe keberagamaan, setiap materi unsur dan bentuk hubungan sudah memiliki muatan yang berisi kekuatan, dalam wujud aktual untuk membentuk kekuatan beragama. Unsur pertama adalah proses syahadat yang secara langsung menyentuh kebenaran islam, unsure lain adalah tingkat kualitas dan bentuk penghayatan seseorang akan imannya kepada Allah.
5. Perubahan Sosial Budaya dalam Perilaku Keberagamaan
Perubahan sosial adalah proses dimana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur  mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan.
Proses perubahan sosial biasa terdiri dari tiga tahap yaitu Invensi, Difusi, Konsekuensi. Invensi adalah proses dimana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan. Difusi yaitu proses dimana ide-ide baru itu dikomunikasikan kedalam sistem sosial. Sedangkan Konsekuensi adalah perubahan-perubahan yang terjadi akibat pengabdosian atau penolakan inovasi.
Sedangkan pengertian perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan. Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan di dalam masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi sosial. Perubahan kebudayaan akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan yaitu: faktor intern, contohnya perubahan demografis, konflik sosial, bencana alam, perubahan lingkungan alam. Sedangkan faktor ekstern, contohnya perdagangan, penyebaran agama, dan peperangan. Kedatangan bangsa barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsur-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia.
Adanya perubahan sosial banyak menimbulkan dampak bagi masyarakat, baik dampak negative maupun positive. Diantara dampak negatifnya adalah sikap materialistic, individualistic, konsumerisme, kesenjangan sosial ekonomi, pencemaran, kriminalitas, kenakalan remaja. Dan dampak positifnya adalah cepat masuknya budaya asing yang memperkaya budaya Indonesia, perubahan pola piker tradisional menjadi pola piker rasional,sistematis, analitis, dan logis, munculnya sikap lebih menghargai waktu,dll.
6. Alam Budaya dan Peradaban Manusia
Perkembangan jaman tak lepas dari kemajuan teknologi yang semakin modern karena dari sudut pandang tertentu tekhnologi modern adalah kelanjutan logis sejarah umat manusia. Dari perkembangan itu dapat memberikan dampak positif dan dampak negative yang tak terhindarkan oleh kita. Tetapi yang dikhawatirkan jika dampak negative tidak cepat ditangani sehingga berlarut-larut dan masalah pun meluap sehingga peristiwa yang tidak diinginkan seperti lumpur lapindo.
Relevansi Islam dan modernitas akhir-akhir ini semakin banyak menyibukkan kalangan muslimin maupun non muslimin. Hal ini disebabkan  adanya dambaan orang banyak pada satu pilihan dari pola hidup yang dominant yang menunjukkan titik kelemahan. Dari situlah proses pencarian manusia akan pola hidup yang lebih baik sudah terhenti dan puas dengan apa yangs ekarang dominan dibarat. Dari proses tersebut menimbulkan pendekatan pragmatic dan instrumental seperti paham lingkungan hidup.
Pengaruh kemajuan teknologi sangatlah besar manfaatnya tetapi juga takkan terlepas dari dampak negatifnya, baik dari sisi lingkungan hidup, budaya, dan peradaban manusianya. Untuk itu kita harus menjaga lingkungan alam ini dengan baik, dan memanfaatkan SDA secara optimal.   
7. Potensi Alam, Budaya dan Sosial dalam Keberagamaan
1. Potensi Alam dalam Keberagamaan
Alam dan agama sangat erat kaitannya. Perubahan alam dipengaruhi juga karena perubahan moral beragama atau tingkah laku keberagamaan seseorang. Alam ini merupakan nikmat besar yang diberikan Tuhan untuk manusia agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupannya. Dengan demikian, manusia sebagai khalifah dimuka bumi harus memiliki kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan alam bagi kehidupannya.
2.Potensi Budaya dalam Keberagamaan
Pengaruh lingkungan budaya yang dalam ekspresi keberagamaan lebih banyak ditemukan dalam hal-hal praktis dan konkrit. Untuk budaya Indonesia khususnya budaya jawa, sarung merupakan contoh nyata yang dapat ditunjukkan dengan mudah. Pengaruh-pengaruh tertentu lingkungan hidup sekelompok manusia terhadap keagamaan. Masyarakat yang memiliki budaya berbeda-beda berdampak pada cara beragama yang berbeda pula.
3.Potensi Sosial dalam Keberagamaan
Dalam keberagamaan ada bagian yang paling penting, yaitu ibadat atau dapat disebut juga sebagai ritus atau tindakan ritual. Dalam pengertiannya yang lebih khusus, ibadat adalah menunjukkan amal perbuatan tertentu yang secara khas bersifat keagamaan. Dari sudut ini kadang-kadang juga digunakan istilah ubudiyah yang pengertiannya mirip dengan kata-kata riyus dalam bahsa ilmu-ilmu sosial.
Ibadah itu sendiri mencakup seluruh kegiatan manusia termasuk kehidupan sosial. Karena ibadah yang tidak melahirkan kesadaran sosial maka akan menghilangkan makna hakiki ibadah itu sendiri. Sehingga pelaku suatu bentuk ibadat formal tanpa kesadaran sosial itu justru terkutuk oleh Tuhan. Karena tiadanya kesadaran sosial merupakan indikasi kepalsuan dalam beragama. Dan kegiatan melakukan ibadat seperti salat justru dikutuk Tuhan jika salat itu tidak melahirkan kesadaran sosial.
8. Menggali Hukum dengan Fiqih Kontekstual
Fiqih menurut bahasa adalah faham, sedangkan menurut istilah adalah suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syari’at atau hukum islam dan berbagai macam aturan hidup manusia baik yang bersifat individu baik yang berbentuk masyarakat sosial. Sedangkan kata kontekstual pada era globalisasi ini oleh sebagian pakar diartikan pada pemikiran ajaran islam itu disesuaikan zamannya. Jadi, fiqih kontekstual adalah fiqih yang masuk pada penerapan kehidupan manusia dengan keadaan sekarang ini.
Tujuan fiqih kontekstual adalah menerapkan hukum-hukum syari’at islam terhadap perbuatan dan ucapan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengetahui fiqih, akan dapat diketahui mana yang disuruh mengerjakan dan mana pula yang dilarang untuk dikerjakan, mana yang halal dan mana yang haram, mana yang sah dan mana yang batal. Fiqih kontekstual memberikan petunjuk sejalan dengan hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia sehari-hari.
Segala tindakan manusia baik berupa ucapan atau perbuatan yang ada didalam ibadah dan muamalah berupa pidana atau perdata yang terjadi dalam syari’at islam itu masuk dalam lapangan hukum. Hukum-hukum itu sebagian telah dijelaskan didalam nash-nash al-Qur’an dan sunah. Sedangkan sebagian lain belum dijelaskan, maka sebagai jam’iyah sekaligus gerakan diniyah dan ijtima’iyah sejak awal berdirinya, NU meletakkan paham Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai dasarnya. Ia menganut salah satu dari empat madzhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali meskipun kenyataan sehari-hari para ulama NU menggunakan fiqih masyarakat Indonesia yang bersumber dari madzhab Syafi’i.
Bila masih belum dijelaskan didalam kitab-kitab syafi’iyah, maka NU mengadakan lembaga Syuriyah yang bertugas antara lain menyelenggarakan forum bahtsul masail secara rutin. Forum ini bertugas mengambil keputusan tentang hukum-hukum islam, yang bertalian dengan masail fiqhiyyah maupun masalah ketauhidan, dan bahkan masalah tarekat (tasawuf). Rumusan hukum hasil produk bahtsul masail syuriyah NU, bukan merupakan keputusan akhir. Masih dimungkinkan adanya koreksi dan peninjauan ulang bila diperlukan. Bila dikemudian hari ada salah seorang ulama meskipun bukan peserta forum syuriyah menemukan nash atau ‘ibarat lain dari salah satu kitab dan ternyata bertentangan dengan keputusan tersebut, maka keputusan itu bisa ditinjau kembali dalam forum yang sama.
9. Gejolak Ijtihad di Kalangan Santri
Ijtihad menurut bahasa adalah mengerjakan sesuatu dengan bersungguh-sungguh. Secara istilah, ijtihad adalah mencurahkan kemampuan berfikir untuk menginsbatkan (mengeluarkan) hukum syara’ melalui dalil-dalil syar’i. Dikalangan ahli fikih, ijtihad merupakan terminology berjenjang. Ada yang digolongkan ijtihad muthlaq, muqayyad, dan muntasib.
Ijtihad muthlaq adalah ijtihad seorang ulama dalam bidang fiqih, bukan hanya menggali hukum-hukum baru, melainkan memakai metode baru hasil pemikiran individu. Sedangkan ijtihad muqayyad atau muntasib adalah ijtihad yang terbatas pada upaya penggalian hukum dengan metode hasil pemikiran orang lain.
Apabila dimasa nabi ijtihad sudah bisa dilakukan, maka sepeninggal nabi tentu jauh sangat diperlukan, dan jika seorang ulamaenggan beranggapan bahwa dirinya telah melakukan ijtihad tidak bisa secara langsung dianggap anti ijtihad, barangkali telah melakukan ijtihad akan tetapi tidak disertai pernyataan telah melakukan ijtihad. Sebagian para santri mengatakan, pesantren sebagai lembaga untuk memperdalam pengetahuan agama selama ini lebih mengutamakan mempelajari teks-teks ulama salaf dalam masalah kemasyarakatan yang luas, dengan berpegang pada konteks sosial saat teks dibukukan.
Kinerja intelektual pesantren dan kajian keagamaan hanya berkisar pada interprestasi tekstual. Sementara perkembangan yang berlangsung begitu cepat. Pesantren hanya menyikapi dengan menarik kesimpulan demi kesimpulan secara umum dari hukum-hukum yang sudah matang untuk kemudian digunakan menjawab tantangan sosial yang kompleks. Ketika permasalahan ditengah masyarakat semakin menggejala, membutuhkan pemecahan yang semakin rumit. Maka diadakannya forum bahtsul masail.
Kajian masalah hukum (bahtsul masail) di kalangan NU menurut KH. Sahal Mahfudz masih belum memuaskan untuk keperluan ilmiah maupun sebagai upaya praktis menghadapi tantangan zaman. Salah satu sebab pokoknya adalah keterikatan pada satu madzhab (Syafi’i). Dengan demikian komisi bahtsul masail NU masih perlu meningkatkan upaya yang serius akan tetapi apapun yang telah dihasilkan tidak pernah bermaksud mengikat warganya dengan keputusan yang telah dihasilkan.

1 komentar: