1. Al-Qur’an Sebagai
Sumber Pengetahuan
Al-qur’an yang secara harfiah berarti bacaan sempurna
merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat. Karena tiada suatu
bacaanpun sejak manusia mengenal baca tulis lima ribu tahun lalu dapat menandingi Al-Qur’an
al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia.
Al-Qur’an sebagai kitab terpadu, menghadapi dan
memperlakukan peserta didiknya dengan memperhatikan keseluruhan unsure manusia,
jiwa, akal dan jasmaniyah. Disisi lain agar peserta didiknya tidak larut dalam
alam material, al-qur’an menggunakan benda-benda alam sebagai tali penghubung
untuk mengingatkan manusia akan kehadiran Allah SWT. Bahwa segala sesuatu yang
terjadi sekecil apapun adalah dibawah kekuasaan pengetahuan dan pengaturan
Tuhan Yang Maha Esa.
20 tahun 20 bulan dan 20 hari lamanya, ayat-ayat
al-Qur’an silih berganti turun, dan selama itu pula nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya tekun mengerjakan al-Qur’an, dan membimbing ummatnya. Sehingga pada
akhirnya mereka dapat membangun masyarakat yang didalamnya terpadu ilmu dan
iman, nur dan hidayah, keadilan dan kemakmuran dibawah lindungan dan ampunan
ilahi.
Diantaranya tujuan turunnya al-Qur’an bagi kita adalah
sebagai berikut:
- Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, bahwa umat manusia merupakan suatu umat yang seharusnya dapat bekerja sama dalam pengabdian kepada Allah dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.
- Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan yang berada dibawah satu keesaan yaitu Allah SWT.
- Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan kasih sayang dengan menjadikan keadilan sosial bagi landasan pokok kehidupan masyarakat manusia.
- Untuk menekankan peranan ilmu dan tekhnologi, guna menciptakan satu peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia, dengan panduan dan nur ilahi.
- Untuk memberi jalan tengah antara falsafah monopoli kapitalisme dengan falsafah kolektif komunisme. Menciptakan ummatan wasathan yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
2. Pembelajaran Unit
Sebagai suatu metode, pembelajaran unit adalah suatu
cara guru dalam menyajikan bahan pembelajaran dimana guru bersama peserta didik
menentukan bahan pelajaran guna dipelajari oleh peserta didik untuk mencapai
tujuan pengajaran. Metode ini merupakan solusi perselisihan dari metode yang
diciptakan oleh J.F. Herbart yang berpusat pada guru, yaitu guru aktif
sedangkan peserta didik pasif, dan metode yang diciptakan oleh W.H. Kilpatrick
(metode proyek) yaitu peserta lebih aktif dari pada guru.
Selain itu, pembelajaran unit juga didasari oleh
beberapa prinsip umum dan cirri-ciri metode ini adalah:
A. Prinsip-prinsip pembelajaran Unit
1. Prinsip Kurikulum Terpadu
Dibandingkan dengan kurikulum 1975 dan 1984 dimana kurikulum
tersebut diorganisasikan secara korelasi, artinya beberapa mata pelajaran
digabung menjadi satu dan dilaksanakan secara terpisah.
2. Prinsip Psikologi Perkembangan
Pengajaran unit dilaksanakan berdasarkan minat peserta didik, sebab
peserta didik sendiri ikut merencanakan, dan sudah pasti didasarkan pada minat
yang ada pada benak mereka.
3.Prinsip Team Teaching
Pengajaran unit dilaksanakan oleh peserta didik secara bersama dalam
bentuk kerja kelompok yang beranggotakan beberapa orang.
B. Ciri-ciri Pengajaran Unit
a) mempunyai konsep sebagai integrasi peserta didik didalam situasi
lingkungannya secara menyeluruh.
b) berdasarkan pada aktivitas bersama, antara guru dan peserta
didik.
c) bersumber pada minat, kebutuhan, masalah-masalah dan
tantangan-tantangan dari peserta didik atau masyarakat dll.
Kemudian menurut Sumantri (1918) dan Permana (1999)
terdapat beberapa jenis keterpaduan dalam pembelajaran terpadu: 1) keterpaduan
dua atau lebih masalah, konsep, keterampilan, tugas atau ide-ide lain dalam
satu bidang studi. 2) keterpaduan beberapa topic atau sub tema dalam berbagai
bidang studi. 3) lintas bidang studi yaitu masalah yang melibatkan adanya
prioritas kurikuler dan menemukan pengetahuan atau konsep keterampilan dan
sikap yang tumpang tindih dari beberapa bidang studi.
Langkah-langkah pengajaran menggunakan metode
pembelajaran unit, yaitu kegiatan persiapan, kegiatan pelaksanaan, kegiatan
penutup.
3. Gejala Alam, Sosial,
Budaya dalam perilaku Keberagaman Budaya Suap di Indonesia
Suap adalah pemberian apa saja (berupa uang atau yang
lain) kepada penguasa, hakim, atau pengurus suatu urusan agar memutuskan perkara
atau menggunakannya dengan cara yang batil. Tentu saja praktik suap ini tumbuh
subur dinegeri ini, karena sistem yang kita anut adalah sistem ekonomi
kapitalis yang menerapkan kebebasan tanpa batas, beda dengan sistem ekonomi
islam yang memiliki control, tanpa kebebasan yang tiada batas.
Peraturan hukum bukan untuk di beli, bukan untuk disuap,
tapi untuk ditegakkan setegak-tegaknya agar tercipta kehidupan yang harmonis
dan dinamis. Jika peraturan hukum dapat dibeli, disuap sampai kapanpun keadilan
dan ketertiban tidak akan terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hukum hanya sebagai formalitas belaka, sedangkan implementasi realitas
nonsense.
Praktik suap didalam islam termasuk kedalam dosa dan
kemaksiatan yang besar yang dapat mengakibatkan pelakunya baik yang disuap dan
yang menyuap masuk kedalam kekufuran dan kemusyrikan kepada Allah SWT. Harta
yang diperoleh dari jalan ini sama saja dengan harta hasil rampasan.
Dalam islam, praktek suap ini tentu saja dilarang dan
diharamkan dan diwajibkan supaya bisa membasminya, karena apabila dibiarkan dan
dilegalkan dapat mengakibatkan lenyapnya hak, matinya keadilan, merajalelanya
kebatilan, tersebarnya kezaliman, dan hancurnya negara. Lagipula, pejabat yang
tidak melaksanakan kewajibannya kecuali setelah disuap layak disebut sebagai
pengkhianat tanah airnya dan telah keluar dari pengakuan islam.
Memberantas praktik suap merupakan tugas bersama tiap warga
negara, dan juga khusus untuk para penegak hukum di negeri ini. Caranya yaitu
dengan menghukum para pelakunya, dan mendepak mereka dari lingkup pemerintahan.
Sebab praktik suap dapat mengakibatkan kerusakan pemerintahan dan rakyat. Untuk
memberantasnya, politik islam telah memutuskan untuk tidak membolehkan pejabat
memenuhi undangan seseorang walaupun sekadar menghadiri acara resepsi itu
dimaksudkan untuk mendekatkan sipemilik acara dengan pejabat yang bersangkutan.
4. Agama dan Keberagamaan
Kata agama bisa diberi arti tidak kacau atau teratur.
Dimaksudkan bahwa orang yang beragama tentu memiliki pedoman yang dapat membuat
hidupnya teratur dan tidak kacau. Dari segi bahasa, Rangkuti menegaskan bahwa
kata ini berasal dari bahasa Sanskerta, a-gama (dengan a panjang). A berarti
cara (the way), dan gama berarti to go, yaitu berjalan atau pergi. Dari sini, dapat
dipahami bahwa agama merupakan jalan hidup (the way to go) yang mesti ditempuh
atau pedoman yang harus diikuti seseorang.
Secara definitif, agama adalah ajaran, petunjuk,
perintah, larangan, hukum, dan peraturan, yang diyakini oleh penganutnya
berasal dari dzat gaib yang Maha Kuasa, yang dipakai manusia sebagai pedoman
tindakan dan tingkah laku dalam menjalani hidup sehari-hari. Setiap penganut
agama yakin bahwa yang dianutnya bukanlah ciptaan manusia, tetapi sesuatu yang
berasal dari Tuhan, kekuatan gaib yang memiliki kekuasaan melebihi kekuasaan
yang dimiliki manusia. Agama berfungsi untuk memelihara integritas manusia
dalam membina hubungan dengan tuhan, sesama manusia dan dengan alam yang
mengitarinya.
Sedangkan keberagamaan adalah respon atau pandangan
seseorang atas ajaran agama yang dia anut atau dia yakini. Sehingga apa yang
dilakukan dalam rangka menjalankan ajaran agama itu merupakan keberagamaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud keberagamaan pada
dasarnya adalah suatu disiplin ilmu yang membicarakan tentang berbagai teknik
atau cara yang sistematis, rasional dan ilmiah bagaimana setiap kita melakukan
titah agama sesuai dengan kualifikasi Al-Qur’an dan sunnah.
Dalam tipology struktur keberagamaan Islam, isi
al-Qur’an dan sunnah didudukkan sebagai suatu nilai yang diyakini oleh
pemeluknya. Karena nilai dapat dipahami sebagai ukuran konseptual untuk
membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk. Tujuannya adalah memperoleh
pengertian tentang kandungan sumber ajaran itu yang akan dilaksanakan dalam
kehidupan manusia. Cakupan keberagamaan dalam islam yang meliputi seluruh aspek
hidup manusia menyebabkan lingkup penguasaan teori harus sesuai dengan karakter
ajaran. Lingkup penguasaan ini di satu sisi, memungkinkan wawasan mereka
menjadi lebih utuh dan sisi lain kualitas pemecahan masalah yang dihadapi
menjadi lebih efektif.
Dalam pola tipe keberagamaan, setiap materi unsur dan
bentuk hubungan sudah memiliki muatan yang berisi kekuatan, dalam wujud aktual
untuk membentuk kekuatan beragama. Unsur pertama adalah proses syahadat yang
secara langsung menyentuh kebenaran islam, unsure lain adalah tingkat kualitas
dan bentuk penghayatan seseorang akan imannya kepada Allah.
5. Perubahan Sosial Budaya
dalam Perilaku Keberagamaan
Perubahan sosial adalah proses dimana terjadi perubahan
struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai
akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial
yang bersangkutan. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam
unsur-unsur mempertahankan keseimbangan
masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis
dan kebudayaan.
Proses perubahan sosial biasa terdiri dari tiga tahap
yaitu Invensi, Difusi, Konsekuensi. Invensi adalah proses dimana ide-ide baru
diciptakan dan dikembangkan. Difusi yaitu proses dimana ide-ide baru itu
dikomunikasikan kedalam sistem sosial. Sedangkan Konsekuensi adalah
perubahan-perubahan yang terjadi akibat pengabdosian atau penolakan inovasi.
Sedangkan pengertian perubahan kebudayaan adalah suatu
keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian diantara
unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak
serasi fungsinya bagi kehidupan. Semua terjadi karena adanya salah satu atau
beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan
keseimbangan di dalam masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua
bagian yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan
dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi sosial. Perubahan kebudayaan akan
berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan yaitu: faktor
intern, contohnya perubahan demografis, konflik sosial, bencana alam, perubahan
lingkungan alam. Sedangkan faktor ekstern, contohnya perdagangan, penyebaran
agama, dan peperangan. Kedatangan bangsa barat ke Indonesia
umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana
tersebut ikut masuk pula unsur-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia.
Adanya perubahan sosial banyak menimbulkan dampak bagi
masyarakat, baik dampak negative maupun positive. Diantara dampak negatifnya
adalah sikap materialistic, individualistic, konsumerisme, kesenjangan sosial
ekonomi, pencemaran, kriminalitas, kenakalan remaja. Dan dampak positifnya
adalah cepat masuknya budaya asing yang memperkaya budaya Indonesia, perubahan
pola piker tradisional menjadi pola piker rasional,sistematis, analitis, dan
logis, munculnya sikap lebih menghargai waktu,dll.
6. Alam Budaya dan
Peradaban Manusia
Perkembangan jaman tak lepas dari kemajuan teknologi
yang semakin modern karena dari sudut pandang tertentu tekhnologi modern adalah
kelanjutan logis sejarah umat manusia. Dari perkembangan itu dapat memberikan
dampak positif dan dampak negative yang tak terhindarkan oleh kita. Tetapi yang
dikhawatirkan jika dampak negative tidak cepat ditangani sehingga
berlarut-larut dan masalah pun meluap sehingga peristiwa yang tidak diinginkan
seperti lumpur lapindo.
Relevansi Islam dan modernitas akhir-akhir ini semakin
banyak menyibukkan kalangan muslimin maupun non muslimin. Hal ini
disebabkan adanya dambaan orang banyak
pada satu pilihan dari pola hidup yang dominant yang menunjukkan titik
kelemahan. Dari situlah proses pencarian manusia akan pola hidup yang lebih
baik sudah terhenti dan puas dengan apa yangs ekarang dominan dibarat. Dari
proses tersebut menimbulkan pendekatan pragmatic dan instrumental seperti paham
lingkungan hidup.
Pengaruh kemajuan teknologi sangatlah besar manfaatnya
tetapi juga takkan terlepas dari dampak negatifnya, baik dari sisi lingkungan
hidup, budaya, dan peradaban manusianya. Untuk itu kita harus menjaga
lingkungan alam ini dengan baik, dan memanfaatkan SDA secara optimal.
7. Potensi Alam, Budaya
dan Sosial dalam Keberagamaan
1. Potensi Alam dalam Keberagamaan
Alam dan agama sangat erat kaitannya. Perubahan alam
dipengaruhi juga karena perubahan moral beragama atau tingkah laku keberagamaan
seseorang. Alam ini merupakan nikmat besar yang diberikan Tuhan untuk manusia
agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupannya. Dengan demikian, manusia sebagai
khalifah dimuka bumi harus memiliki kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan
alam bagi kehidupannya.
2.Potensi Budaya dalam Keberagamaan
Pengaruh lingkungan budaya yang dalam ekspresi
keberagamaan lebih banyak ditemukan dalam hal-hal praktis dan konkrit. Untuk
budaya Indonesia
khususnya budaya jawa, sarung merupakan contoh nyata yang dapat ditunjukkan
dengan mudah. Pengaruh-pengaruh tertentu lingkungan hidup sekelompok manusia
terhadap keagamaan. Masyarakat yang memiliki budaya berbeda-beda berdampak pada
cara beragama yang berbeda pula.
3.Potensi Sosial dalam Keberagamaan
Dalam keberagamaan ada bagian yang paling penting, yaitu
ibadat atau dapat disebut juga sebagai ritus atau tindakan ritual. Dalam
pengertiannya yang lebih khusus, ibadat adalah menunjukkan amal perbuatan tertentu
yang secara khas bersifat keagamaan. Dari sudut ini kadang-kadang juga
digunakan istilah ubudiyah yang pengertiannya mirip dengan kata-kata riyus
dalam bahsa ilmu-ilmu sosial.
Ibadah itu sendiri mencakup seluruh kegiatan manusia
termasuk kehidupan sosial. Karena ibadah yang tidak melahirkan kesadaran sosial
maka akan menghilangkan makna hakiki ibadah itu sendiri. Sehingga pelaku suatu
bentuk ibadat formal tanpa kesadaran sosial itu justru terkutuk oleh Tuhan.
Karena tiadanya kesadaran sosial merupakan indikasi kepalsuan dalam beragama.
Dan kegiatan melakukan ibadat seperti salat justru dikutuk Tuhan jika salat itu
tidak melahirkan kesadaran sosial.
8. Menggali Hukum dengan Fiqih
Kontekstual
Fiqih menurut bahasa adalah faham, sedangkan menurut
istilah adalah suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syari’at atau hukum
islam dan berbagai macam aturan hidup manusia baik yang bersifat individu baik
yang berbentuk masyarakat sosial. Sedangkan kata kontekstual pada era
globalisasi ini oleh sebagian pakar diartikan pada pemikiran ajaran islam itu
disesuaikan zamannya. Jadi, fiqih kontekstual adalah fiqih yang masuk pada
penerapan kehidupan manusia dengan keadaan sekarang ini.
Tujuan fiqih kontekstual adalah menerapkan hukum-hukum
syari’at islam terhadap perbuatan dan ucapan manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan mengetahui fiqih, akan dapat diketahui mana yang disuruh
mengerjakan dan mana pula yang dilarang untuk dikerjakan, mana yang halal dan
mana yang haram, mana yang sah dan mana yang batal. Fiqih kontekstual
memberikan petunjuk sejalan dengan hukum yang berhubungan dengan perbuatan
manusia sehari-hari.
Segala tindakan manusia baik berupa ucapan atau
perbuatan yang ada didalam ibadah dan muamalah berupa pidana atau perdata yang
terjadi dalam syari’at islam itu masuk dalam lapangan hukum. Hukum-hukum itu
sebagian telah dijelaskan didalam nash-nash al-Qur’an dan sunah. Sedangkan
sebagian lain belum dijelaskan, maka sebagai jam’iyah sekaligus gerakan diniyah
dan ijtima’iyah sejak awal berdirinya, NU meletakkan paham Ahlussunnah wal
Jama’ah sebagai dasarnya. Ia menganut salah satu dari empat madzhab yaitu
Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali meskipun kenyataan sehari-hari para ulama
NU menggunakan fiqih masyarakat Indonesia
yang bersumber dari madzhab Syafi’i.
Bila masih belum dijelaskan didalam kitab-kitab
syafi’iyah, maka NU mengadakan lembaga Syuriyah yang bertugas antara lain
menyelenggarakan forum bahtsul masail secara rutin. Forum ini bertugas
mengambil keputusan tentang hukum-hukum islam, yang bertalian dengan masail
fiqhiyyah maupun masalah ketauhidan, dan bahkan masalah tarekat (tasawuf).
Rumusan hukum hasil produk bahtsul masail syuriyah NU, bukan merupakan
keputusan akhir. Masih dimungkinkan adanya koreksi dan peninjauan ulang bila
diperlukan. Bila dikemudian hari ada salah seorang ulama meskipun bukan peserta
forum syuriyah menemukan nash atau ‘ibarat lain dari salah satu kitab dan
ternyata bertentangan dengan keputusan tersebut, maka keputusan itu bisa
ditinjau kembali dalam forum yang sama.
9. Gejolak Ijtihad di
Kalangan Santri
Ijtihad menurut bahasa adalah mengerjakan sesuatu dengan
bersungguh-sungguh. Secara istilah, ijtihad adalah mencurahkan kemampuan
berfikir untuk menginsbatkan (mengeluarkan) hukum syara’ melalui dalil-dalil
syar’i. Dikalangan ahli fikih, ijtihad merupakan terminology berjenjang. Ada yang digolongkan
ijtihad muthlaq, muqayyad, dan muntasib.
Ijtihad muthlaq adalah ijtihad seorang ulama dalam
bidang fiqih, bukan hanya menggali hukum-hukum baru, melainkan memakai metode
baru hasil pemikiran individu. Sedangkan ijtihad muqayyad atau muntasib adalah
ijtihad yang terbatas pada upaya penggalian hukum dengan metode hasil pemikiran
orang lain.
Apabila dimasa nabi ijtihad sudah bisa dilakukan, maka
sepeninggal nabi tentu jauh sangat diperlukan, dan jika seorang ulamaenggan
beranggapan bahwa dirinya telah melakukan ijtihad tidak bisa secara langsung
dianggap anti ijtihad, barangkali telah melakukan ijtihad akan tetapi tidak
disertai pernyataan telah melakukan ijtihad. Sebagian para santri mengatakan,
pesantren sebagai lembaga untuk memperdalam pengetahuan agama selama ini lebih
mengutamakan mempelajari teks-teks ulama salaf dalam masalah kemasyarakatan
yang luas, dengan berpegang pada konteks sosial saat teks dibukukan.
Kinerja intelektual pesantren dan kajian keagamaan hanya
berkisar pada interprestasi tekstual. Sementara perkembangan yang berlangsung
begitu cepat. Pesantren hanya menyikapi dengan menarik kesimpulan demi
kesimpulan secara umum dari hukum-hukum yang sudah matang untuk kemudian
digunakan menjawab tantangan sosial yang kompleks. Ketika permasalahan ditengah
masyarakat semakin menggejala, membutuhkan pemecahan yang semakin rumit. Maka
diadakannya forum bahtsul masail.
Kajian masalah hukum (bahtsul masail) di kalangan NU
menurut KH. Sahal Mahfudz masih belum memuaskan untuk keperluan ilmiah maupun
sebagai upaya praktis menghadapi tantangan zaman. Salah satu sebab pokoknya
adalah keterikatan pada satu madzhab (Syafi’i). Dengan demikian komisi bahtsul
masail NU masih perlu meningkatkan upaya yang serius akan tetapi apapun yang
telah dihasilkan tidak pernah bermaksud mengikat warganya dengan keputusan yang
telah dihasilkan.
kurang komplit....
BalasHapus